PENDIDIKAN BERKARAKTER
SEBAGAI SOLUSI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Salah
satu segi penilaian sebuah daerah atau sebuah negara maju adalah dari kualitas
pendidikannya. Dimana pendidikan adalah hal yang wajib dan harus ada pada diri
manusia karena pendidikan merupakan latar belakang kualitas diri seorang
manusia yang menentukan dirinya dimasa yang akan datang. Pendidikan adalah
suatu aspek yang fleksibel, yang artinya dapat berlangsung dimana saja, kapan
saja, serta dengan siapa saja. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang sedang
berjalan di keramaian, tanpa sengaja melihat seorang anak kecil yang sedang
berjualan gorengan. Secara tidak langsung pendidikan telah terjadi, mahasiswa
tersebut pun mendapatkan pelajaran dari yang ia lihat tersebut yaitu mengenai
kerasnya kehidupan ini dan betapa susahnya mendapatkan uang itu.
Pada
masa sekarang ataupun di masa lampau, pendidikan merupakan hal yang sangat
penting, baik itu di negera-negara barat, timur tengah, maupun di Indonesia
sendiri. Namun, cara penyampaian ilmu pada masa lampau sangat berbeda dengan masa sekarang. Pada
masa sekarang semua sudah sangat maju, perbedaannya terletak pada metoda
pengajaran, alat bantu pengajaran, dan cara siswa menangkap pelajaran yang
diberikan oleh guru. Pada zaman sekarang apabila seorang siswa mendapat tugas
dari guru, mereka dengan mudah menemukan jawabannya dengan bermacam-macam
literatur buku, maupun dengan menggunakan internet. Sangat berbeda dengan masa
lampau, seorang siswa harus bersusah payah dahulu untuk mendapatkan jawabannya
dengan semua keterbatasan yang ada.
Pendidikan
di Indonesia saat ini dapat dikatakan sedang mencari jalannya. Mengapa demikian
? Telah banyak metoda-metoda yang diusungkan oleh menteri pendidikan maupun
dinas-dinas pendidikan terkait untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Mulai
dari kurikulum yang hampir setiap tahun berubah, wajib belajar 9 tahun, hingga
pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tingkat kelulusan UN mulai dari Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
tiap tahunnya selalu menurun, ini disebabkan karena siswa menjadikan UN itu
sebagai beban yang harus ditempuhnya dan merupakan jalan untuk melanjutkan
sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi, belum lagi standar kelulusan yang
selalu naik. Pada tahun lalu dengan standar sekian saja para siswa banyak yang
tidak lulus, dan pada tahun ini standar harus dinaikkan lagi. Sehingga
pemerintah seperti menumpuk-numpukkan masalah yang tidak ada solusinya.
Apakah
ada solusi untuk pendidikan di Indonesia yang saat ini sedang mencari jalannya
? Salah satu solusinya dengan menerapkan pendidikan berkarakter. Sebelum lebih
jauh membahas mengenai pendidikan berkarakter, ada baiknya kita mengetahui
definisi dari pendidikan dan karakter itu sendiri. Pendidikan menurut John
Dewey seorang ahli filsafat pendidikan Amerika pregmatisme dan dinamis,
pendidikan (education) diartikan
sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional kearah alam dan sesama manusia (IKIP, 1992:1). Sedangkan menurut
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional, pendidikan pada umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak) (Ki Hajar Dewantara, 1977:14).
Karakter menurut Prof. Suyanto Ph. D adalah cara berpikir dan berprilaku yang
menjadi prilaku ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik
dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan
berkarakter merupakan sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter,
nilai-nilai karakter kepada anak usia sekolah yang dimana nilai-nilai tersebut
memiliki komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Karakter anak tidak dapat terbentuk dengan begitu saja, melainkan membutuhkan
suatu proses. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuk karakter seorang anak.
Seperti yang telah di bicarakan diatas yaitu proses anak mendapatkan jawaban
tugasnya, Selain itu faktor lingkungan, dimana lingkungan yang bermula dari
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Lingkungan
keluarga merupakan lingkungan pertama yang mempengaruhi terbentuknya karakter
seorang anak, karena hampir seluruh waktu anak dihabiskan di rumah, dan keluarga
merupakan pihak yang paling awal memberikan perlakuan kepada anak, semua
tindakan orang tua maupun keluarga yang lain merupakan contoh untuk sang anak. Dikeluarga anak mendapatkan pengajaran
agama, etika, keterampilan, moral, keteladanan, sifat tolong menolong, serta
sifat tenggang rasa. Selain itu, untuk membentuk anak yang memiliki karakter baik
perlu menjaga kualitas hubungan orang tua dengan anak.
Setelah
anak cukup umur, maka anak tersebut akan memasuki dunia pendidikan formal, yaitu
sekolah, disini anak akan ditempa untuk mendapatkan ilmu, hendaknya disini juga
anak ditempa untuk menemukan karakter dirinya. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk membentuk karakter anak, diantaranya yaitu memberikan kebebasan kepada
anak untuk berkreasi, disini akan terlihat bakat dan minat yang disukai oleh
anak tersebut. Setelah itu, kita sebagai pendidik ataupun orang tua dapat
membantu mengembangkan bakatnya tersebut, dan membantu menumbuhkan rasa
kepercayaan dirinya.
Sebenarnya
pendidikan berkarakter sudah ada sejak lama, yang telah banyak dianut oleh
negara-negara maju, seperti Jepang, Amerika Serikat, China, serta Korea (Prof.
Suyanto Ph.D). Namun di Indonesia pendidikan baru mulai diterapkan pada tahun
2007 yang disampaikan oleh menteri pendidikan M. Nuh. Negara kita tidak berkaca
terhadap negara maju lainnya, seperti negara Jepang yang kita ketahui bahwa
Jepang merupakan negara dengan empat musim dan sering terjadi bencana gempa.
Mereka mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada negara mereka, namun dari
kelemahan tersebut mereka dapat bangkit untuk maju. Begitu pun dengan dunia
pendidikannya, mereka mengetahui bahwa tidak semua anak itu pandai dan memiliki
potensi yang sama, maka mereka tidak membebankan para pelajarnya dengan setumpuk
tugas yang dapat menguras tenaga dan pikiran para pelajarnya. Mereka mengetahui bahwa disetiap negara itu
hanya ada 5-10% saja manusia cerdas (Disdik-lampung.info).
Sebaliknya
pendidikan di Indonesia menyiapkan siswanya untuk menjadi ahli pemikir dan
ilmuan. Bangsa ini tidak menimbang kemampuan dan kecerdasan anak, serta potensi
yang dimiliki anak tidak ada yang sama. Memang, jika dilihat prestasi anak
Indonesia dikancah internasional seperti olimpiade, prestasi anak Indonesia
cukup baik, namun hal tersebut tidak terlalu
membanggakan. Karena itu merupakan ilmu sesaat, maksudnya ilmu itu tidak
dapat diterapkan secara langsung di dunia nyata.
Namun
bagaimanapun juga bangsa ini telah banyak mencoba untuk mencari solusi pendidikan
yang terbaik. Bangsa Indonesia telah banyak menerapkan berbagai macam metoda
pendidikan, memperbaiki kurikulum pada setiap tahunnya, serta membantu
mewajibkan wajib belajar 9 tahun. Begitupun dengan anggaran pendididikan yang
ditingkatkan menjadi 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) (antaranews.com).
Untuk
mengantisipasi semakin menurunnya tingkat pendidikan di Indonesia, sebaiknya
bangsa ini melakukan perubahan-perubahan yang berisi inovasi baru dan mendengar
aspirasi masyarakat mengenai pendidikan kedepannya. Pemerintah mengetahui
metode dan cara dalam pendidikan yang digunakan negera-negara maju dalam
melaksanakan proses pendidikannya. Salah satu metode pendidikan saat ini yang
populer yaitu pendidikan berkarakter. Karena dari pendidikan karakter inilah akan
terbentuk anak yang memiliki sifat dan watak yang mencerminkan dirinya sendiri,
sehingga akan muncul rasa percaya diri pada dirinya. Rasa percaya diri ini
mampu meningkatkan kepercayaan di semua hal. Misalnya, dalam melaksanakan
tugas, sekalipun anak tersebut kurang mampu mengerjakan tugas tersebut, tapi
karena adanya kepercayaan diri, maka tugas itu pun mampu dikerjakannya.
Selain
itu sebaiknya pemerintah ataupun para pelajar yang terkait mengoreksi pribadi
masing-masing. Apakah tujuan yang ingin ia capai sama dengan tujuan bangsa ini.
Mengoreksi apakah sistem pendidikan yang dipakai saat ini sudah sesuai dengan
kemampuan para siswa dalam mencapainya. Serta pemerintah mampu mengkaji ulang
jalannya proses pendidikan selama ini.